Salam

AGIL FATAH

Jumat, 13 April 2012

Tentang sketsa kerudung merah

malam itu tatkala lelah hati mencari peraduan, saat jiwa kian rapuh
kulihat sesosok jelita gadis berkerudung merah. Tersenyum menawan nan indah
dia bersama beberapa orang temannya yang sedang bercanda ria menikmati senggama sang malam.
sesaat kemudian aku tenggelam bersama kenangan lama. Pikiranku tiba-tiba tanpa sadar mencoba mengais sisa-sisa kenangan tentang seorang gadis yang juga berkerudung merah sewaktu aka kasmaran pertama kali di masa sekolah dulu.
asyik dan kuterhanyut, aku dibawa alur cerita yang ku tak tahu dimana ku mulai.
dalam hatiku berdo’a, moga si gadis yang malam ini kutemui bukanlah gadis yang sama dengan sikerudung merah yang ada dalam kenanganku, dan aku yakin si gadis yang kutemui ini adalah jelmaan bidadari. Begitu anggun, mempesona.
hmmmmmm,,,,Tuhan memang Maha sempurna, telah Dia ciptakan sesosok jelita anggun, tak bisa kuukir kecantikannya dengan kata-kata, bahkan lidahku kelu, pikiran menjadi gelisah, mata tak bisa berhenti memandang. Kecantikannya membekukan waktu, membuat indah rembulan takjub, bahkan bintang pun tersipu malu tak kuasa melihat keindahannya. Hanya do’a dalam hati, “moga masih bisa ku diberi waktu tuk berjumpa lagi dengan jelita bidadari ini.”

Pohon Mahoni

ini tentang roman cinta yang berakhir tragedi
tentang rindu di penghujung malam, tentang lelaki berbalut pilu yang bersenandung dengan tongkat gembalanya dibawah pohon mahoni.
beberapa hari yang lalu adalah tentang seorang pemuda kekar dengan sang pujaan hatinya, dia telah mencintai sang wanita itu, dan begitu pula dengan si wanita, begitulah mereka berdua saling memadu kasih,,, indah dua sejoli ini telah disaksikan langit, direstui bumi. Kemudian datanglah petaka itu, petaka yang menyabung nasib dan tragedi, yang menyabung antara takdir dan roman. Kisah cinta mereka berdua berada di ujung tanduk sang anak raja, pangeran bengis yang tak pernah mengenal ampun, bahkan kebengisannya telah terdengar sampai ke seantero penjuru negeri dan Negeri tetangga.
di siang itu, kala surya memberikan teriknya ke bumi, saat burung-burung tengah khidmat menikmati panggilan alam sambil bertelekan diperaduan masing-msing. Di saat itu pulalah kedua sejoli ini menemui tragedi cinta paling memilukan dalam hidup mereka. Kecantikan kekasih si pemuda ini telah memikat hati sang pangeran dan cintanya direnggut,,,

saat airmata sebagai pelampisan rasa, saat raga tak berdaya dihadapan sang pangeran, pemuda yang kesehariannya hanya sebagai anak gembala ini terpaksa harus melihat cintanya pupus, harus rela melihat belahan jiwanya hilang, belahan jiwanya tak mungkin lagi dia dapatkan diatas wajah tiran sang pangeran.
“wanitaku telah pergi, apa daya hidupku ini, tak ada lagi gairah dalam hidupku. Kini aku harus menjadi diriku sendiri tanpa separuh hati”,, Demikin gumam sang pemuda!. sambil berlalu dari wajah geram para hulubalang yang sesekali menghardiknya dengan penuh ejekan,
selepas dari itu semua, serasa hidupnya terpenjara, malam tak lagi menjanjikan keindahan. Bulan tak lagi terasa dengan sejuta senyum. Kini pemuda itu merenung dalam kesendiriannya. Dia menangis kecil sembari memegang tongkat gembalanya, sesekali dia meratapi nasib diri yang begitu kejam menimpanya dengan penuh iba. Namun tak ada belas kasih dari langit, seolah-olah langit telah menutup rapat telinga dan matanya pada pemuda malang ini.

ini tentang seorang pemuda yang takdir cintanya telah ditetapkan sang waktu, sang waktu yang dingin perlahan membekukan hatinya. Ini tentang seorang pemuda yang harus berdiam diri dan menunggu keajaiban baginya..
kini pemuda itu telah mati. Dia mati dalam kesendiriannya, dia mati dengan membawa sejuta luka dera. Dia mati dengan makam tak bernisan… dia telah hilang ditelan waktu, dia hilang bersama luka hatinya..!!

demikian cerita seorang pak tua yang nampaknya teman sebaya sang pemuda malang kepada seorang anak muda yang sedang beristirahat disamping makam dibawah pohon mahoni itu.
“kamu darimana nak?” kemudian tanya sang pak tua ini kepada anak muda tadi.
“Aku putra mahkota kerajaan ini, aku diperintahkan ibuku untuk mencari seorang lelaki yang telah pergi menghilang membawa belahan hatinya 24 tahun silam..” jawab anak muda tadi, yang nampaknya juga seorang pangeran,, kemudian dia melanjutkan perkataanya lagi “kini aku telah menemukannya, aku telah menemukan belahan hati itu, telah kutemukan lelaki itu,  kutemukan dalam sebuah makam tua tak bernama…..”

airmata pangeran muda itu perlahan mengalir
mengikuti alunan angin senja.